no-style

Pengolahan Sarang Burung Walet Di Duga Ilegal di Teluk Naga: Negara Rugi, Standar Keamanan Pangan Diabaikan

, September 11, 2025 WIB Last Updated 2025-09-10T17:33:22Z





Tangerang – ||

Investigasi tim media bersama lembaga kontrol sosial menemukan sebuah rumah di Kampung Genteng RT 06/03, Desa Tanjung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang yang disulap menjadi tempat pengolahan sarang burung walet.

Bangunan rumah tersebut setiap harinya mempekerjakan lebih dari 50 karyawan untuk membersihkan, mengolah, hingga mengemas sarang walet yang dikenal sebagai komoditas ekspor bernilai tinggi. Aktivitas itu disebut-sebut mendapat restu dari Kepala Desa Teluk Naga. Pemilik usaha diketahui bernama Lugiawan, warga setempat.

Namun, hasil penelusuran menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak memiliki izin resmi, tidak berbadan hukum (PT atau CV), tidak terdaftar dalam sistem OSS (Online Single Submission), dan tidak memiliki izin dari dinas terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, hingga Dinas Kesehatan.




Sarang burung walet adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Harga sarang mentah di pasaran dalam negeri berkisar Rp10 juta – Rp20 juta per kilogram, dan setelah diolah untuk ekspor bisa menembus Rp30 juta – Rp40 juta per kilogram.

Dengan kapasitas produksi rumah pengolahan di Teluk Naga yang diperkirakan mencapai 3–5 kilogram per minggu, omzet per minggu diperkirakan Rp75 juta – Rp125 juta. Jika dihitung tahunan, nilainya mencapai Rp3–5 miliar.

Karena tidak memiliki izin, maka seluruh keuntungan ini tidak tercatat secara resmi, sehingga negara berpotensi kehilangan pemasukan pajak miliaran rupiah.


Perizinan Wajib Usaha Pengolahan Walet,Sesuai regulasi, unit usaha pengolahan sarang burung walet wajib memiliki:

  1. Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui OSS.
  2. Izin Usaha Industri (IUI) atau Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) jika skala kecil.
  3. Izin Lingkungan / Persetujuan Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup.
  4. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sesuai Permentan No. 11/2020.
  5. Sertifikat Laik Hygiene dan Sanitasi dari Dinas Kesehatan.
  6. Sertifikasi Jaminan Produk Halal (JPH) sesuai UU No. 33/2014 jika produk dipasarkan untuk konsumsi domestik.
  7. Registrasi Ekspor jika produk ditujukan ke luar negeri.
  8. BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan untuk semua karyawan.

Standar Bangunan, Higiene, dan Sanitasi,Selain izin usaha, bangunan dan proses produksi juga wajib memenuhi standar Good Hygiene Practices (GHP) dan ketentuan PP No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Beberapa syarat dasar antara lain:

  • Bangunan harus permanen, bersih, dengan ruang produksi, pengemasan, penyimpanan, dan kantor yang terpisah.
  • Dinding harus tidak toksik, mudah dibersihkan, dan tahan benturan, lantai kedap air dan tidak licin, serta langit-langit dirancang agar tidak menimbulkan kondensasi.
  • Ruang produksi wajib memiliki pencahayaan cukup, sirkulasi udara baik, dan air bersih berstandar air minum.
  • Peralatan pengolahan harus anti-korosif, tidak bereaksi dengan produk, dan mudah didisinfeksi.
  • Tersedia toilet yang higienis, ruang ganti pakaian, fasilitas cuci tangan, sanitiser, serta sistem pembuangan limbah yang memenuhi standar kesehatan lingkungan.
  • Pekerja harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), menjalani pemeriksaan kesehatan rutin, dan dilatih tentang cara pengolahan produk yang higienis.
  • Produk harus diuji secara berkala di laboratorium terakreditasi untuk memastikan keamanan pangan.


Berdasarkan temuan, usaha ini melanggar sejumlah aturan hukum:

  • UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian → usaha industri tanpa izin dapat dipidana penjara 5 tahun/denda Rp3 miliar.
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup → usaha tanpa izin lingkungan dapat dipidana penjara 1–3 tahun/denda Rp1–3 miliar.
  • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan → pengusaha wajib lindungi pekerja dan daftarkan BPJS.
  • UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan → pangan tanpa izin edar dapat dipidana penjara 2 tahun/denda Rp4 miliar.
  • UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan → penghindaran pajak dapat dipidana 6 tahun/denda 4 kali pajak terutang.
  • UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen → menjual produk tanpa standar mutu dapat dipidana.
  • UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal → wajib sertifikasi halal untuk produk konsumsi domestik.

Warga sekitar mengaku terganggu dengan aktivitas usaha tersebut. Bau dari proses pencucian walet sering menyengat, dan mobilitas pekerja menimbulkan keresahan. “Kami khawatir soal limbah cair dan penyakit. Apalagi ini di tengah pemukiman,” ungkap salah satu warga.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pemerintah desa maupun dinas terkait di Kabupaten Tangerang.



Pengolahan sarang burung walet ilegal di Teluk Naga menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap industri bernilai tinggi ini. Selain merugikan negara miliaran rupiah, pelanggaran juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat karena tidak memenuhi standar higiene dan sanitasi.

Jika dibiarkan, kasus ini bukan hanya mencederai aturan hukum dan merugikan keuangan negara, tetapi juga membuka celah ekspor ilegal yang merugikan reputasi Indonesia di pasar internasional.


Red

Komentar

Tampilkan

  • Pengolahan Sarang Burung Walet Di Duga Ilegal di Teluk Naga: Negara Rugi, Standar Keamanan Pangan Diabaikan
  • 0

Kabupaten