no-style

Investigasi Media: Penjualan Obat Daftar G di Bandung Diduga Mengandung Unsur Narkoba

, Oktober 02, 2025 WIB Last Updated 2025-10-02T06:47:19Z




Bandung – 

Praktik peredaran obat-obatan daftar G tanpa resep dokter kembali terungkap di wilayah Kota Bandung. Dari hasil investigasi media di lapangan, ditemukan sejumlah penjual yang dengan bebas memperdagangkan obat keras terbatas, bahkan diduga berjenis narkotika, karena kemasan berlogo ilegal dan diproduksi oleh pabrik rumahan.

Jenis obat yang paling banyak beredar di antaranya Tramadol serta Trihexyphenidyl (Hexymer). Kedua obat tersebut diperjualbelikan secara bebas, tanpa kontrol medis, dan disinyalir banyak dikonsumsi oleh kalangan remaja untuk tujuan rekreasional.

“Penjualannya dilakukan secara terang-terangan. Bahkan ada sistem COD (Cash on Delivery), sehingga pembeli tidak kesulitan mendapatkannya,” ungkap salah satu sumber investigasi.

Berdasarkan pantauan langsung, salah satu titik lokasi COD berada di Jalan Cihampelas, sebelum jembatan belakang gardu, wilayah hukum Polsek Cililin, Polres Cimahi, Jawa Barat. Lokasi ini kerap dijadikan tempat transaksi antara penjual dan pembeli.


Atensi Aparat dan Pemerintah Daerah,Kasus ini menjadi perhatian serius aparat kepolisian. Kapolda Jawa Barat sebelumnya telah menegaskan akan menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan dan peredaran obat keras daftar G yang dapat memicu ketergantungan.

Selain itu, Gubernur Jawa Barat juga menyatakan komitmennya untuk membasmi peredaran obat-obatan terlarang yang merusak generasi muda. Pemerintah daerah menilai maraknya obat jenis Tramadol dan Hexymer di kalangan pelajar maupun masyarakat rentan dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan keamanan publik.



Berdasarkan hasil investigasi, penjual obat daftar G tanpa izin dan resep dokter dapat dijerat dengan sejumlah aturan hukum, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    • Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
    • Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan obat keras tanpa izin edar dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar.
  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

    • Jika terbukti mengandung zat narkotika, maka pelaku bisa dijerat dengan pasal 114 dan 196 dengan ancaman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.

Penggunaan obat-obatan keras tanpa resep dokter memiliki dampak serius bagi kesehatan, terutama jika dikonsumsi secara berlebihan atau tanpa pengawasan medis.

  • Tramadol
    Obat ini adalah analgesik (pereda nyeri) yang jika disalahgunakan bisa menyebabkan halusinasi, kejang, gangguan pernapasan, kerusakan organ hati, hingga overdosis mematikan.

  • Trihexyphenidyl (Hexymer)
    Obat ini sebenarnya digunakan untuk terapi pasien Parkinson. Jika digunakan tanpa resep, dapat menimbulkan efek euforia, halusinasi, kehilangan konsentrasi, gangguan kejiwaan, hingga ketergantungan.

Kedua jenis obat ini sering disebut sebagai “narkoba murah” karena mudah didapatkan di pasar gelap, dengan harga yang relatif terjangkau bagi kalangan pelajar maupun pekerja informal.

Kasus peredaran obat daftar G secara ilegal ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak. Aparat hukum diminta segera melakukan razia besar-besaran, menutup jaringan peredaran, serta menindak tegas oknum yang memperjualbelikan obat berbahaya tersebut.

Masyarakat pun diimbau untuk lebih waspada, melapor jika menemukan praktik ilegal, dan tidak tergiur menggunakan obat-obatan keras tanpa pengawasan medis.

“Jika dibiarkan, peredaran obat ini bisa merusak satu generasi. Penindakan hukum harus dilakukan secara serius,” tegas salah seorang tokoh masyarakat Bandung.


Tr_32

Komentar

Tampilkan

  • Investigasi Media: Penjualan Obat Daftar G di Bandung Diduga Mengandung Unsur Narkoba
  • 0

Kabupaten