
Jakarta– ||
Praktik penjualan obat-obatan terlarang kembali marak dengan modus berkedok toko kosmetik berteraslis. Sebuah toko yang dilengkapi CCTV canggih diduga menjual bebas berbagai obat daftar G tanpa resep dokter. Pantauan warga menunjukkan obat yang dijajakan antara lain Tramadol, Xeximer, Trihexyphenidyl (THP), Alprazolam, Valdimek, Diazepam, hingga pil koplo.
Ironisnya, transaksi dilakukan secara terbuka tanpa adanya pengawasan ketat dari aparat penegak hukum (APH) maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penjualan obat keras tersebut jelas melanggar aturan, karena sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014, obat daftar G hanya bisa ditebus dengan resep resmi dari dokter.
Para pengguna yang sudah kecanduan mengaku mengalami gejala sakau apabila tidak mengonsumsi obat-obatan itu. Seorang pemuda berinisial “R” mengatakan, dirinya sulit bangun di pagi hari jika tidak meminum Tramadol. “Kalau nggak minum, badan gemetar, sakit kepala, dan nggak bisa beraktivitas,” ujarnya.
Pakar kesehatan menjelaskan, obat-obatan keras seperti Tramadol, Alprazolam, dan Xeximer memang berisiko tinggi menyebabkan ketergantungan. Tramadol, yang sering disalahgunakan, bahkan diduga mengandung zat bersifat psikotropika, sehingga pemakaiannya tanpa pengawasan medis bisa menimbulkan halusinasi, gangguan mental, hingga overdosis.
Dampak lain yang ditimbulkan antara lain:
- Kerusakan saraf dan fungsi hati.
- Perubahan perilaku, mudah marah, dan agresif.
- Risiko kecelakaan lalu lintas akibat mengantuk atau hilang konsentrasi.
- Menurunnya kualitas hidup hingga mengarah pada tindak kriminal untuk mendapatkan obat
Meski mengaku sebagai toko kosmetik resmi, pemilik toko diduga sengaja memanfaatkan izin usaha untuk menutupi praktik ilegal. Dengan memasang CCTV canggih, mereka bisa memantau aktivitas sekitar dan mengantisipasi razia aparat. Modus semacam ini semakin marak di berbagai daerah karena lemahnya pengawasan.
Masyarakat mendesak APH dan BPOM untuk tidak tinggal diam. Penjualan bebas obat daftar G tanpa resep jelas melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Ancaman hukuman bagi pelaku tidak main-main:
- Pasal 196 UU Kesehatan: pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pihak yang mengedarkan obat tanpa izin edar.
- Pasal 62 UU Psikotropika: pidana 5–15 tahun penjara bagi penyalahgunaan dan peredaran psikotropika.
- Pasal 112 UU Narkotika: ancaman 4–12 tahun penjara bagi yang menguasai dan mengedarkan obat golongan narkotika tanpa hak.
Masyarakat berharap aparat tidak pandang bulu dalam menindak, karena peredaran obat keras ini berpotensi merusak generasi muda. “Jangan sampai anak-anak kita jadi korban obat haram ini. Kami minta segera ada tindakan tegas,” kata seorang tokoh masyarakat.
Ade gusma