
Kendal, 23 September 2025 – Fenomena galian C di Kabupaten Kendal kembali menimbulkan sorotan publik. Betapa tidak, sejumlah perusahaan yang hanya bermodalkan badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dengan mudahnya menjalankan aktivitas eksploitasi, seakan tanpa batas, hingga berpotensi merusak alam. Kondisi ini terlihat jelas di beberapa titik, seperti di Desa Winong, Magangan, dan Jatisari, di mana aktivitas galian terpantau berlangsung bebas pada Selasa (23/9).
Alam Jadi Korban Atas Nama Izin,Kehadiran perusahaan dengan legalitas PT semestinya membawa tata kelola yang baik serta memperhatikan aspek lingkungan hidup. Namun, faktanya di lapangan sering kali berbeda. Dengan dalih investasi dan pembangunan daerah, banyak pengusaha justru mengabaikan dampak ekologis jangka panjang.
Aktivitas galian C, misalnya, selain merusak kontur tanah dan mengurangi daya serap air, juga berpotensi memicu bencana banjir dan longsor. Jika dibiarkan, kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya merugikan masyarakat setempat, tetapi juga menimbulkan ancaman bagi generasi mendatang.
Bentuk Nyata Perusakan Alam,Merusak alam bukan sekadar menebang pohon atau menggalinya tanpa izin. Tindakan tersebut mencakup berbagai perilaku manusia yang mengubah ekosistem secara drastis. Beberapa contoh di antaranya:
- Penebangan liar: Mengurangi jumlah pohon, mengganggu iklim lokal, hingga menghilangkan habitat satwa.
- Pembakaran hutan: Menyebabkan polusi udara, berkurangnya oksigen, dan matinya ribuan hewan.
- Eksploitasi tambang dan galian liar: Mengakibatkan tanah rusak, longsor, dan banjir.
- Pencemaran limbah: Baik ke air, tanah, maupun udara, yang merusak kesehatan manusia dan ekosistem.
- Penggunaan plastik berlebihan: Menciptakan sampah yang sulit terurai, mencemari laut dan sungai.
Dampak Ekologis dan Sosial,Kerusakan lingkungan tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu membawa dampak berantai:
- Pemanasan global: Karena hutan gundul dan penggunaan energi fosil yang masif.
- Banjir dan longsor: Karena tanah kehilangan kemampuan menyerap air.
- Gangguan kesehatan: Dari polusi udara, air, dan tanah.
- Kepunahan flora dan fauna: Karena hilangnya habitat alami.
- Bencana sosial-ekonomi: Dari rusaknya lahan pertanian hingga hancurnya mata pencaharian masyarakat.
Dimensi Moral dan Agama,Dalam perspektif agama, kerusakan alam bukan hanya soal ekologi, melainkan juga kemaksiatan. Islam, misalnya, secara tegas melarang manusia merusak bumi. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
Tafsir Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib juga menegaskan bahwa ayat ini adalah perintah untuk menjaga bumi sebagai tanda kebesaran Allah. Artinya, perusakan lingkungan sama dengan mendurhakai perintah-Nya.
Perlu Tindakan Tegas,Kondisi di Kendal seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan instansi terkait. Tidak sepatutnya keberadaan sebuah PT dijadikan legitimasi untuk merusak ekosistem. Izin usaha harus dibarengi dengan pengawasan ketat, analisis dampak lingkungan (Amdal) yang transparan, dan sanksi tegas bagi pelanggar.
Masyarakat pun harus ikut berperan, baik dengan mengawasi, melaporkan, maupun menolak aktivitas usaha yang merugikan alam dan manusia. Sebab, tanggung jawab menjaga bumi bukan hanya di tangan pemerintah, melainkan juga setiap individu.
Kabupaten Kendal tidak boleh dibiarkan menjadi lahan eksploitasi yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha, sementara masyarakat menanggung kerugian jangka panjang. Pembangunan semestinya selaras dengan keberlanjutan, bukan sebaliknya.
Alam adalah warisan untuk anak cucu, bukan aset sekali pakai. Jika kerusakan terus dibiarkan, maka generasi mendatang hanya akan mewarisi krisis, bukan kesejahteraan.
Red