Sumedang — Februari 2025
Kasus dugaan pernikahan siri yang dilakukan dua orang yang diduga masih berada dalam ikatan perkawinan sah terus berkembang dan memicu diskusi luas di masyarakat Kabupaten Sumedang. Peristiwa yang terjadi di salah satu dusun di Kecamatan Cisitu itu menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kepatuhan terhadap hukum negara serta peran pihak-pihak yang terlibat dalam prosesi tersebut.
Proses Pernikahan Diduga Dilakukan Secara Tersembunyi
Keterangan yang dihimpun dari masyarakat menyebutkan bahwa pernikahan siri tersebut dilangsungkan di kediaman seorang tokoh agama setempat. Prosesi dilakukan dengan kehadiran beberapa saksi dan wali nikah, meski keduanya diduga belum resmi bercerai dari pasangan masing-masing.
Warga menilai pernikahan ini dilakukan secara diam-diam, tanpa memperhatikan ketentuan hukum negara, dan berpotensi membawa dampak sosial yang cukup seriu
Status Perkawinan Diduga Masih Sah
Isu menjadi semakin kompleks setelah muncul informasi bahwa:
- kedua pihak yang menikah masih tercatat sebagai suami-istri sah dengan pasangan lain di lembaga negara,
- tidak ada akta cerai atau putusan pengadilan yang menunjukkan perceraian,
- dan pernikahan baru dilakukan tanpa penyelesaian status perkawinan secara hukum.
Di Indonesia, perceraian hanya sah apabila diputuskan oleh pengadilan, sehingga seseorang tidak dapat menikah kembali sebelum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
Pelanggaran Hukum yang Berpotensi Terjadi
Pakar hukum keluarga menegaskan bahwa jika benar pernikahan tersebut dilakukan saat kedua pihak masih berstatus menikah sah, maka perbuatan itu dapat memenuhi unsur pelanggaran Pasal 279 KUHP tentang larangan menikah padahal masih terikat perkawinan.
Ancaman hukuman maksimal:
- 5 tahun penjara, atau
- 7 tahun penjara jika dilakukan dengan kesadaran adanya ikatan perkawinan yang sah.
Selain itu, UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan baru tidak dapat dilakukan apabila seseorang belum sah bercerai berdasarkan putusan pengadilan.
Publik Mendesak: “Semua Pihak Harus Diproses Hukum”
Kekesalan masyarakat semakin meningkat karena dugaan bahwa pihak-pihak yang terlibat tetap melangsungkan pernikahan meskipun mengetahui status hukum para pihak belum jelas.
Banyak warga menyampaikan tuntutan tegas:
“Untuk apa ada hukum negara kalau dilanggar seenaknya? Semua pihak yang terlibat harus diproses. Jangan sampai aturan hanya berlaku untuk sebagian orang.”
Tekanan publik tidak hanya diarahkan kepada pasangan yang menikah, tetapi juga kepada pihak yang:
- menikahkan,
- menjadi saksi,
- atau memfasilitasi pernikahan tersebut,
jika terbukti mengetahui bahwa status kedua belah pihak masih terikat perkawinan sah.
Menurut ahli hukum, pihak yang mengetahui adanya pelanggaran dapat diperiksa untuk memastikan apakah mereka terlibat aktif atau sekadar hadir tanpa memahami status hukum para pihak. Proses tersebut hanya dapat dipastikan melalui penyelidikan aparat.
Mengapa Penegakan Hukum Penting?
Beberapa alasan yang disampaikan masyarakat antara lain:
- agar tidak terjadi kekacauan administrasi kependudukan,
- mencegah poligami atau poliandri ilegal,
- melindungi hak pasangan sah dan anak-anak,
- serta mencegah praktik serupa terulang di kemudian hari.
Jika dibiarkan tanpa proses hukum, masyarakat khawatir akan muncul preseden buruk bahwa pernikahan bisa dilakukan tanpa memperhatikan aturan negara.
Harapan Masyarakat Terhadap Aparat Penegak Hukum
Warga berharap aparat kepolisian dan lembaga terkait dapat:
- Melakukan pengecekan dokumen resmi,
- Mengambil keterangan saksi-saksi,
- Mengklarifikasi status perkawinan sebenarnya,
- Menganalisis apakah ada unsur pidana,
- Mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran.
Penegakan hukum dinilai penting bukan untuk menghukum semata, tetapi agar setiap warga patuh pada aturan dan proses perkawinan berlangsung secara tertib sesuai hukum nega
Kasus ini membuka diskusi luas tentang pentingnya kesadaran hukum dalam perkawinan. Masyarakat berharap peristiwa serupa tidak terjadi lagi dan aturan negara dihormati demi kepastian hukum, ketertiban sosial, serta perlindungan terhadap pihak-pihak yang dirugikan.
Mery heriyanto




